-->

Friday 20 April 2018

Orang Kudus Terkenal Pelit


ORANG KUDUS TERKENAL PELIT


Bagi masyarakat di luar Kudus, berkembang opini orang Kudus pelit, kikir bahkan medhit. Entah siapa yang awalnya menyebarkan bahwa orang Kudus itu pelit. Namun jangankan orang luar Kudus, orang Kudus sendiri juga kadang mengatakan tetangganya yang orang Kudus asli ada yang pelit kok. Padahal yang bilang tetangganya pelit itu sebetulnya juga sama, yaitu sama-sama kikir bin medhit hahahaha.......

Saya bukan orang kelahiran Kudus, tapi berhubung saya sudah hampir dua tahun berdomisili di kota ini, mau tidak mau saya adalah bagian dari sistem dan bagian dari masyarakat Kudus, sehingga saya wajib membuat pembelaan.

Jadi pendapat atau pandangan bahwa orang Kudus terkenal pelit hanyalah mitos belaka. Karena semua memang tergantung pada definisi atau pengertian kosa kata pelit itu sendiri. Saya rasa wajar kalau seseorang berusaha hemat dan irit dalam mengeluarkan uang untuk keperluan biaya hidup sehari-hari. Motivasinya tentulah sesuai peribahasa janganlah hidup besar pasak dari pada tiang, hemat pangkal kaya, agar bisa ditabung sedikit demi sedikit dan menjadi bukit sehingga selalu tersedia payung sebelum hujan.

Yang tidak wajar itu kalau tidak mau mengeluarkan uang satu sen pun ketika dimintai sumbangan untuk pembangunan masjid, santunan anak yatim, perbaikan fasilitas sosial dan untuk kepentingan umum lainnya. Nah ini baru namanya orang pelit, kikir bin medhit.

Asal saudara tau ya.... Meskipun orang Kudus terkenal pelit, namun di Kudus ini banyak masjid yang dibangun dengan apik hasil dari swadaya masyarakat. Selain itu ketika hari raya idul Adha atau hari raya Qurban, hewan yang dipotong jumlahnya melimpah. Jadi orang Kudus tidak bisa dibilang pelit kan?

Gak pelit, cuma perhitungan


Walaupun tidak semua dan memang tidak boleh membuat generalisir seperti itu, masyarakat Kudus tidak punya sifat pelit. Mereka hanya orang yang perhitungan dalam hal keuangan sesuai logika pemasukan dan pengeluaran. Hanya saja, karena kadang dalam melakukan perhitungan ini keterlaluan, maka muncul anggapan bagi masyarakat luar bahwa orang Kudus itu pelit.

Sebagai contoh adalah ketika belanja di pasar. Ibu-ibu yang asli Kudus akan cenderung membanding-bandingkan harga dulu dengan keliling ke beberapa penjual sebelum benar-benar membeli. Mereka akan mencari harga termurah untuk barang yang sama. Kalau misalnya sudah terlanjur beli, terus belakangan diketahui kalau dia belinya kemahalan, maka rasa menyesalnya itu susah hilang dan berjanji tidak akan beli di pedagang itu lagi kalau gak kepepet banget.

Saya dan istri pernah terlibat obrolan ketika sedang sarapan di warung pecel bu Solni di Gang BOONG Prambatan Lor tentang betapa perhitungannya orang Kudus.

"Di sini, kalau saya naikin harga pecel jadi Rp5000,00 per porsi, orang yang beli bisa nangis setahun karena nyesel udah beli di sini. Memang dibayar, tapi sambil misuh-misuh dalam hati dan gak bakal beli di sini lagi. Makanya harga pecel saya fleksibel. Ada yang beli nasi pecel ngasih uang Rp2.500,00 juga saya layani, walau porsi saya kurangi, hahaha." kata bu Solni.

Sifat warisan sebagai bangsa saudagar

Kudus memang secara sosio kultural harus dibedakan menjadi Kudus wetan dan Kudus kulon. Kudus wetan terletak sebelah timur kali Gelis, sungai yang membelah kota Kudus. Kawasan ini umumnya dihuni para birokrat yang pada jaman dahulu disebut priyayi dan pegawai gubernemen. Umumnya mereka termasuk dalam golongan masyarakat yang gampang mengeluarkan uang, karena penghasilan mereka sudah pasti dari gaji bulanan dan tunjangan lainnya.

Sedangkan Kudus kulon terletak di sebelah barat kali Gelis, atau di sekitar Menara Kudus saat ini. Kawasan Kudus kulon inilah bagian kota Kudus yang asli yang didirikan pada masa Sunan Kudus atau ja'far Shodiq. Penghuni kawasan ini umumnya adalah para kaum, atau santri, ditandai dengan nama desa Kauman tempat Menara Kudus berdiri. Kaum santri ini menyambung hidup dengan cara berdagang. Karena hasil dagang hasilnya tidak pasti, kadang ramai dan kadang sepi, maka wajar jika mereka berhemat dan serba perhitungan.

Sunan Kudus selain mengajarkan agama Islam kepada para muridnya dan masyarakat sekitar, beliau juga memerintahkan kepada mereka untuk  berdikari berusaha sendiri dengan menekuni usaha dagang serta mengajarkan prinsip hidup hemat dan sederhana. Hasilnya, ketika Kudus semakin berkembang, tidak jauh dari Menara Kudus muncul desa yang bernama Damaran, dari kata damar, yang waktu itu adalah komoditas perdagangan yang penting yang salah satu manfaatnya untuk penerangan di malam hari.

Jejak kejayaan Damaran sebagai sentra bisnis di Kudus tempo dulu masih terlihat sampai saat ini. Rumah-rumah besar yang sekaligus berfungsi sebagai tempat usaha dapat Anda temukan di sini.

Sampai sekarang, banyak orang Kudus yang nafkahnya berasal dari dagang atau usaha sendiri. Walau banyak yang masih taraf usaha kecil, tapi mereka sanggup hidup layak dari usahanya tersebut. Dalam hal bisnis, orang Kudus memang terkenal ulet dan rajin.

Dengan demikian sifat masyarakat Kudus terutama Kudus kulon yang terkesan penuh perhitungan ini bisa dikatakan adalah warisan dari pendahulu mereka yang berprofesi sebagai pedagang dan memegang teguh ajaran Sunan Kudus untuk berdagang, hidup hemat, rajin dan ulet.

Perhitungannya keterlaluan


Iya sih, kadang sifat perhitungan orang Kudus itu keterlaluan sehingga pada akhirnya menimbulkan stigma negatif tentang betapa pelitnya orang Kudus. Salah satu gambaran tentang sifat orang Kudus yang perhitungannya keterlaluan adalah pengalaman yang diunggah salah satu sedulur ISK bernama Putra Dinata yang dimuat di laman facebook ISK News. Pengalaman mas Putra Dinata tersebut saya sadur agar lebih enak dibaca.

Baru saja saya mengalami pengalaman menarik ketika membeli bensin di SPBU Prambatan Kidul. Ada om-om beli bensin full tank. Setelah selesai, di monitor tertera harga Rp18.090,00. Kemudian si om membayar dengan uang Rp18.000,00.

"Kurang om." kata mbak penjaga SPBU
"Emang berapa mbak?"

"Kan habisnya Rp18.090,00 om, jadi kurang Rp500,00" jawab si mbak
"Kan lebihnya cuma 90 rupiah mbak?"

"Iya, 100 juga gak papa," balas mbak penjaga sambil manyun
Om tersebut kemudian merogoh selembar uang seribu rupiah dari kantongnya. Lalu oleh si mbak penjaga SPBU dikembalikan Rp500,00. Nah, ganti omnya yang protes.

"Loh kurang mbak kembaliannya!" protes si om
Kemudian mbak penjaga SPBU mengambil recehan Rp400,00 dan menyerahkannya kepada si om yang diterima si om sambil menggerutu, "Masak 400 rupiah kok mau ditinggal."

Setelah si om berlalu, ganti mbak penjaga SPBU yang menggerutu,"ya Allah pelitnya, dasar orang Kudus."


Anda bisa membaca pengalaman mas Putra Dinata dalam versi aslinya di laman facebook ISK NEWS.

Pengalaman Pribadi


Saya juga punya pengalaman pribadi menghadapi sifat orang Kudus ini. Ceritanya, setelah berhasil menurunkan minus pada mata menggunakan MILAGROS (baca: pengalaman sembuh dari mata minus), saya dan istri tertarik ikut bisnis MILAGROS. Suatu saat kami menawarkan MILAGROS kepada seorang kenalan yang menderita diabetes. Karena beliaunya masih ragu, maka dengan niat baik kami memberikan free 2 botol MILAGROS untuk dicoba.

Esoknya, kami tanya kepada beliau bagaimana reaksi positif yang dialami setelah minum MILAGROS.

"Saya kok nggak merasakan apa-apa ya, sepertinya gak ngaruh tuh." kata beliau

"Minumnya sesuai aturan kan pak?"

"iya, sesuai aturan kok. Sekali ketika bangun tidur saat perut kosong dan sekali sebelum tidur malam kan?"

"Tiap kali minum satu botol?!" saya memastikan

"Bukan, saya minumnya satu tutup botol." jawab si bapak dengan santainya

"Loh kok gitu? kan bapak saya kasih dua botol free kemarin. Mestinya kan sesuai aturan pak. Penyakit bapak kan sudah lama, kalau cuma minum satu tutup botol ya jelas gak mempan."

"Iya sih, saya dapatnya gratis. Tapi kalau habis kan saya harus beli. Eman-eman, soalnya mahal."

Oalaaah.....dasar orang Kudus...runtuk saya dalam hati....Tapi sama sih saya juga, dulu waktu disarankan pakai MILAGROS sempat mikir-mikir karena harganya hahahaha.... Pola pikir saya baru berubah setelah merasakan manfaatnya yang dahsyat.

Jadi begitulah salah satu sifat orang Kudus yang penuh perhitungan sebelum mengeluarkan uang sehingga muncul pandangan bahwa orang Kudus itu pelit. Padahal mereka hanya berusaha hidup hemat dan mengeluarkan uang berdasarkan skala prioritas. Kalau untuk keperluan ibadah, membantu tetangga yang kena musibah kematian dan kepentingan umum lain, asal peruntukannya jelas, mereka gak keberatan menyumbang dengan jumlah besar.

Ya ibaratnya tidak ada keberhasilan tanpa pengorbanan. Di balik kesuksesan orang Kudus mengembangkan bisnisnya, tentu harus diiringi dengan hidup hemat agar bisa menabung untuk nambah modal bisnis dan cadangan kalau bisnis sedang sepi, betul tidak?!

Jadi masih menganggap orang Kudus itu pelit?

Oya, berhubung orang Kudus sangat perhitungan, maka ada beberapa tips bisnis yang akan saya bagikan bagi Anda yang ingin membuka usaha di Kudus. Bagi yang tertarik silahkan baca artikel saya berikutnya mengenai TIPS BISNIS DI KOTA KUDUS




No comments:

Post a Comment

TERBARU

Kudus Murah Karena Pelit?

KUDUS ADALAH KOTA TERMURAH DI INDONESIA KARENA ORANG KUDUS PELIT? Bisa dikatakan Kudus adalah kota dengan biaya hidup termurah dan paling ...