-->

Saturday 14 April 2018

Asal-usul desa Prambatan, Prambatan Lor dan Prambatan Kidul

ASAL-USUL NAMA PRAMBATAN, DESA PRAMBATAN LOR DAN DESA PRAMBATAN KIDUL, KECAMATAN KALIWUNGU, KABUPATEN KUDUS


Asal-usul Prambatan dan asal-usul nama desa Prambatan berdasarkan legenda selalu dikaitkan dengan Pangeran Hadirin suami Ratu Kalinyamat penguasa Jepara yang gugur dibunuh Arya Penangsang. Prambatan berada sekitar 1,5 km dari Menara Kudus yang menjadi pusat kota Kudus tempo dulu. Prambatan menjadi medan pertempuran antara dua kekuatan yang memperebutkan tahta kerajaan Demak setelah wafatnya Sultan Trenggono. Saat ini Prambatan dibagi menjadi dua desa, yaitu Prambatan Lor dan Prambatan Kidul di Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus.
Kisah asal-usul Prambatan dan nama desa Prambatan Lor dan Prambatan Kidul Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus adalah sebagai berikut:

asal-usul prambatan, prambatan lor, prambatan kidul
asal-usul Prambatan - peta desa Prambatan Lor
Pati Unus, Raja ke dua kerajaan Demak hanya sebentar berada di atas tahta. Kelelahan fisik selama memimpin operasi militer melawan Portugis di Malaka serta beban pikiran akibat kegagalan armada Demak merebut Malaka menyebabkan kondisi kesehatannya merosot. Beliau hanya memerintah Demak dari tahun 1518 sampai tahun 1521. Jenazahnya dimakamkan di sebelah utara Masjid Agung Demak bersebelahan dengan makam ayahnya Raden Patah,

Karena tidak memiliki putra, maka sesuai urutan, yang berhak menduduki tahta Demak adalah adiknya yaitu Raden Kingkin yang bergelar Pangeran Surowiyoto. Jika Pangeran Surowiyoto karena suatu sebab berhalangan naik tahta, maka ahli waris berikutnya adalah adiknya, yaitu Pangeran Trenggono. Situasi politik di Demak memanas karena sikap pembesar dan para ulama yang tergabung dalam Walisongo terpecah. Sebagian menghendaki suksesi dilaksanakan sesuai urutan yaitu mengangkat Pangeran Surowiyoto menjadi Sultan Demak berikutnya. Sedangkan pihak lain menghendaki Pangeran Trenggono yang naik tahta. Sebab dibanding Pangeran Surowiyoto, Pangeran Trenggono dianggap lebih cakap dalam menjalankan pemerintahan serta lebih populer di kalangan prajurit Demak.

Dalam suasana tarik ulur politik tersebut, pendukung Pangeran Trenggono memilih mengambil inisiarif lebih dulu. Sunan Prawoto, putra Pangeran Trenggono, memutuskan membunuh pamannya sendiri. 

Pangeran Surowiyoto memiliki kebiasaan unik, yaitu menjalankan shalat di atas batu di tengah sungai. Suatu hari, dalam cahaya temaram senja seiring tenggelamnya matahari, Pangeran Surowiyoto bersiap menunaikan shalat Maghrib. Sunan Prawoto yang sudah lama menanti kelengahan sang paman, diam-diam mendekat. Kemudian menghunjamkan keris dan menyebabkan tewasnya sang paman. Pangeran Surowiyoto wafat meninggalkan 2 anak yang masih kecil bernama Aryo Penangsang dan Aryo Mataram. Pangeran Surowiyoto sampai saat ini dikenal masyarakat Jawa dengan nama Pangeran Sekar Sedo Lepen (bunga bangsa yang gugur di tepi sungai).

Dengan wafatnya Pangeran Sekar Sedo Lepen, konflik suksesi kerajaan Demak berakhir. Pangeran Trenggono kemudian naik tahta sebagai Sultan Demak dan lebih dikenal dengan nama Sultan Trenggono. Sejarah kemudian mencatat Sultan Trenggono adalah raja Demak yang terbesar. Beliau berusaha keras menyatukan serta mengislamkan seluruh tanah Jawa sekaligus mencari kesempatan untuk meneruskan perjuangan Raden Patah dan Pati Unus meengusir Portugis.

Ketika sisa-sisa armada Demak pulang dari Malaka. Ada dua orang istimewa yang ikut mengiringi Pati Unus dalam armada tersebut. Yang pertama adalah Raden Toyib, putra penguasa Samudera Pasai di Aceh serta Fatahillah, panglima Samudera Pasai. Kedatangan mereka dimaksudkan untuk mwmperkuat perswkutuan antara Jawa dan Sumatera dalam usaha mengusir Portugis.

Fatahillah kemudian menjadi panglima Demak dan menikah dengan putri Sunan Gunung Jati dari Cirebon. Sedangkan Raden Toyib dinikahkan dengan putri Sultan Trenggono yamg bernama Ni Mas Retno Kencono. Kepada keduanya, Sultan Trenggono menganugerahkan wilayah Jepara untuk dikelola. Raden Toyib kemudian bergelar Pangeran Hadirin yang berarti Pangeran yang datang dari tanah seberang sedangkan putri Retno Kencono bergelar Ratu Kalinyamat.
Tahun 1543, Aryo Penangsang, putra Pangeran Sekar Sedo Lepen telah dewasa. Aryo Penangsang kemudian diangkat menjadi Bupati Jipang (sekarang wilayah Cepu di Blora). Aryo Penangsang adalah pemuda gagah yang gemar mencari ilmu sehingga berguru ilmu agama dan pemerintahan kepada Sunan Kudus. Suatu saat Aryo Penangsang bertanya kepada Sunan Kudus, siapa sebenarnya pembunuh orang tuanya. Dengan berat hati Sunan Kudus menceritakan konflik perebutan tahta Demak sepeninggal Pati Unus. Sehingga dalam hati Aryo Penangsang timbul dendam kepada pamannya, Sultan Trenggono dan sepupunya, Sunan Prawoto.

Menurut catatan penjelajah Portugis, Fernandez Mendes Pinto, Sultan Trenggono gugur saat mengepung kota Panarukan di ujung timur Jawa pada tahun 1546. Sebagai pengganti Sultan Trenggono adalah putranya yaitu Sunan Prawoto sebagai raja Demak ke empat.

Sunan Prawoto ternyata tidak secakap ayahnya dalam hal politik. Beliau justru memindahkan pusat kerajaan Demak dari pesisir pantai utara ke wilayah Pati di pedalaman. Akibatnya perlahan angkatan laut Demak melemah sehingga banyak wilayah Demak yang memisahkan diri tanpa dapat dicegah seperti Banten dan Cirebon.

Di sisi lain, Aryo Penangsang yang merasa lebih berhak atas tahta Demak dibanding Sunan Prawoto, mulai menyusun kekuatan untuk merebut tahta. Pada tahun 1549, Aryo Penangsang siap melaksanakan niatnya menyerang Sunan Prawoto. Namun dicegah Sunan Kudus karena tidak baik sesama saudara saling membunuh. Sebagai gantinya Aryo Penangsang mengirim salah satu senopati yang bernama Rungkud sebagai algojo untuk membunuh Sunan Prawoto. Dalam suatu kesempatan, senopati Rungkud berhasil menusukkan kerisnya ke dada Sunan Prawoto namun Rungkud juga tewas terkena keris Sunan Prawoto. Dengan demikian, Sunan Prawoto wafat pada tahum 1549 dan hanya memerintah selama tiga tahun.

Pasca wafatnya Sunan Prawoto, Ratu Kalinyamat, adik Sunan Prawoto, menemukan bukti keterlibatan Sunan Kudus dan Aryo Penangsang sebagai penyebab kematian Sunan Prawoto. Oleh karena itu Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadirin kemudian pergi ke Kudus.

Sesampainya di Kudus, Pangeran Hadirin dan Ratu Kalinyamat menghadap Sunan Kudus dan menyampaikan protes atas kematian Sunan Prawoto. Sunan Kudus menanggapi protes tersebut dengan mengatakan bahwa kematian Sunan Prawoto wajar dan disebabkan perbuatan Sunan Prawoto di masa lalu yang telah membunuh ayah Aryo Penangsang yaitu Pangeran Sekar Sedo Lepen.

Ketika Pangeran Hadirin dan Ratu Kalinyamat menghadap Sunan Kudus, secara kebetulan Aryo Penangsang juga berada di Kudus. Dengan lihai Aryo Penangsang kemudian menyusun pasukannya dan mempersiapkan penyergapan terhadap rombongan Pangeran Hadirin dan Ratu Kalinyamat.

Karena tidak mendapatkan tanggapan yang memuaskan dari Sunan Kudus, Pangeran Hadirin dan Ratu Kalinyamat memutuskan kembali ke Jepara. Sekitar satu setengah kilometer di sebelah barat Menara Kudus, penyergapan itu terjadi. Dalam pertempuran tersebut, Pangeran Hadirin mengalami luka parah. Meski demikian, dengan sisa-sisa tenaganya beliau tetap bertempur mempertahankan diri sambil merambat (berpegangan pada pohon atau tanaman) hingga akhirnya gugur. Ratu Kalinyamat dan sisa prajurit Jepara berhasil meloloskan diri sambil berlari membawa jenazah Pangeran Hadirin. Darah yang mengucur dari luka-luka pada jenazah Pangeran Hadirin sangat banyak. Akibatnya ketika jenazah tersebut dibersihkan di tepi sebuah sungai, air di sungai tersebut berwarna ungu. Jenazah Pangeran Hadirin kemudian dimakamkan di desa Mantingan.

asal-usul Prambatan - makam Pangeran Hadirin di Mantingan
asal-usul Prambatan - makam Pangeran Hadirin di Mantingan

Lokasi pertempuran tempat Pangeran Hadirin merambat dengan sisa-sisa tenaganya itulah yang kemudian dikenang dan diberi nama Prambatan dan saat ini berkembang menjadi sebuah wilayah yang terdiri dari dua desa, yakni desa Prambatan Lor dan Prambatan Kidul. Sedangkan aungai tempat membersihkan jenazah Pangeran Hadirin hingga airnya berubah warna menjadi ungu kini menjadi desa Kaliwungu.
Demikianlah asal-usul nama desa Prambatan, Prambatan Lor dan Prambatan Kidul Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kudus. Jika ada rekonstruksi sejarah, tokoh, atau urutan waktu yang kurang tepat, mohon dikoreksi dengan menyertakan rujukan pendukung yang sesuai.

Baca juga: Mitos Kematian Beruntun di Prambatan

No comments:

Post a Comment

TERBARU

Kudus Murah Karena Pelit?

KUDUS ADALAH KOTA TERMURAH DI INDONESIA KARENA ORANG KUDUS PELIT? Bisa dikatakan Kudus adalah kota dengan biaya hidup termurah dan paling ...