BUPATI
KUDUS DITUDUH TERLIBAT KASUS SANTET (1726)
Membunuh
orang melalui santet atau guna-guna sudah sering kita dengar sejak
jaman dahulu. Salah satu kasus yang pernah dikenal masyarakat di
pulau Jawa pada tahun 1726 karena diduga melibatkan beberapa pejabat
tinggi kerajaan adalah kasus seputar wafatnya Amangkurat IV, Raja
yang memerintah kerajaan Mataram pada 1719-1926. Dan kebetulan yang
menjadi salah satu tertuduh adalah Bupati Kudus waktu itu yang
bernama Arya Jayasentika.
Sejak
awal dinobatkan sebagai penguasa Mataram menggantikan Pakubuwono I,
pemerintahan Amangkurat IV memang tidak pernah lepas dari gejolak
pemberontakan dan perebutan kekuasaan. Pelakunya adalah
saudara-saudaranya sendiri yaitu Pangeran Blitar dan Pangeran Purboyo
yang didukung oleh paman mereka yaitu Pangeran Arya Mataram. Untuk
mengatasi pemberontakan ini, Sunan Amangkurat IV meminta bantuan
militer dari Kompeni. Menurut Daradjadi dalam bukunya Geger
Pacinan, Pangeran Blitar
terbunuh di dekat Kediri pada tahun 1721. Pangeran Arya Mataram
dihukum mati di Jepara dengan cara dicekik. Sedangkan Pangeran
Purboyo setelah tertangkap ditahan di Kastil Batavia.
Setelah
pemberontakan tersebut, situasi di kerajaan Mataram belum bisa
dikatakan stabil. Suasana saling curiga antar pejabat serta
ketidaknyamanan akibat kedekatan keraton Mataram dengan Kompeni
Belanda (VOC) menyebabkan situasi memanas. Dan puncaknya terjadi pada
tahun 1726 ketika Sunan Amangkurat IV tiba-tiba menderita penyakit
misterius yang menurut rumor diakibatkan racun dan santet oleh suatu
persekongkolan yang menyebabkan wafatnya sang Raja.
Berikut
menurut Daradjadi:
Sakit
sang Raja diawali dengan rasa sakit di bagian perut yang sangat
parah. Sang Raja curiga sakitnya tersebut disebabkan oleh seseorang
yang tidak senang padanya baik melalui racun maupun kekuatan
supranatural. Orang-orang yang pertama dicurigai adalah Patih
Cakrajaya yang kemudian berganti nama menjadi Danureja. Kecurigaan
yang kedua ditujukan kepada para Bupati Cakraningrat dari Madura dan
Jayaningrat dari Pekalongan, Citrasoma dari Jepara, Puspanegara dari
Batang, dan Arya Jayasentika dari Kudus.
Kemudian
bagaimana penanganan kasus tersebut? Apakah mereka semua dijemput dan
dibawa ke ibukota Kartasura untuk ditahan dan diperiksa? Ternyata
tidak.
Rupanya
sejak jaman dahulu sampai sekarang, urusan santet ini sulit dalam
pembuktiannya. Meskipun ada perasaan curiga karena tokoh-tokoh yang
disebutkan di atas sering berseberangan dengan Raja, namun rasa
curiga saja tidak akan mampu menunjukkan dan membuktikan tuduhan yang
dialamatkan kepada mereka.
Pada
akhirnya kasus ini diselesaikan dengan cara meminta para Bupati yang
dicurigai untuk bersumpah. Para Bupati yang menjadi tertuduh termasuk
Bupati Arya Jayasentika dari Kudus kemudian menanggapi dengan membuat
surat yang menyatakan dirinya tidak tahu menahu mengenai penyebaB
sakitnya sang Raja dan bersumpah bahwa tidak pernah meminta
pertolongan dukun untuk mempengaruhi keputusan Raja.
Sunan
Amangkurat IV kemudian tidak pernah sembuh dari sakitnya dan akhirnya
wafat. Beliau digantikan oleh putranya yang bergelar Sunan Pakubuwono
II.
Comments
Post a Comment