SIAPA NAMA BUPATI KUDUS PERTAMA?
Jika
Anda bertanya kepada orang Kudus siapa nama Bupati Kabupaten Kudus
yang pertama, kemungkinan besar banyak orang yang menyebutkan Sunan
Kudus Ja'far Shodiq sebagai Bupati Kabupaten Kudus yang pertama.
Namun apakah benar demikian? Entahlah, mungkin Anda yang merupakan
ahli sejarah dapat menjawabnya. Sebab setahu saya, Kudus waktu itu
belum resmi dijadikan sebagai Kabupaten, karena masih berupa
pemukiman yang dipisahkan dari daratan utama pulau Jawa oleh selat
Muria dengan kediaman Sunan Kudus sebagai pusatnya.
Namun
jika Anda bertanya siapa nama Bupati Kudus yang namanya pertama kali
tercatat dalam lembaran sejarah, mungkin saya dapat menjawabnya,
meskipun belum tentu tepat benar.
Saya
menemukan nama Arya Jayasentika atau kalau dalam lidah jawa mestinya
disebut Aryo Joyosentiko sebagai bupati Kudus. Nama ini disebut dalam
buku Geger Pacinan karya
Daradjadi yang menceritakan kembali peristiwa bersejarah ketika
bangsa Cina di tanah Jawa ikut berperang melawan penjajahan Belanda.
Nama Arya Jayasentika sebagai Bupati Kudus muncul dalam dua peristiwa
penting dalam buku ini. Yang pertama adalah peristiwa wafatnya Sunan
Amangkurat IV pada tahun 1726 serta jatuhnya Kudus dalam kekuasaan
laskar gabungan Jawa-Tionghoa pada tahun 1742.
Berikut
saya sertakan sedikit cuplikan dari buku tersebut yang memuat nama
Bupati Arya Jayasentika sebagai Bupati Kudus masa itu:
Sementara
itu, Pakubuwono II yang sebelumnya memerangi VOC, berubah haluan.
Sekarang beliau memerintahkan para bupati untuk membantu VOC membunuh
orang-orang Tionghoa, namun perintah ini tidak digubris oleh Bupati
Grobogan Martapuro dan kawan-kawan. Bahkan di awal Februari 1742
pasukan Martapuro-Singseh-Mangunoneng menyerbu Kudus dan Pati.
Wilayah di sebelah timur Semarang itu pun jatuh dalam kekuasaan
mereka.
Citrasoma,
Bupati Pati yang kini memihak VOC dan Bupati Kudus Arya Jayasentika
bersama putranya Jayawikrama, mundur ke Mayong karena digempur
pasukan Singseh. Setelah mengalami serangan bertubi-tubi akhirnya
mereka kabur ke Jepara. Tetapi, residen setempat mencegah mereka
masuk ke dalam bentneg Kompeni di Jepara. Penguasa VOC tersebut belum
mempercayai loyalitas kedua pejabat itu yang sebelumnya melawan
Kompeni di masa awal perang.
Jadi,
pada awalnya ketika terjadi pemberontakan orang-orang Tionghoa yang
dikenal dengan peristiwa Geger Pacinan, Raja Mataram Sunan
Pakubuwono hendak memanfaatkan peristiwa tersebut dengan
menggabungkan kekuatan bala tentara Mataram dan laskar Tionghoa untuk
bersama-sama berperang melawan VOC Belanda. Beliau memerintahkan
seluruh bupati terutama yang berada di pantai utara Jawa termasuk
Bupati Pati dan Bupati Kudus untuk menyerang VOC di Semarang.
Namun
ketika mendapat laporan situasi di medan perang yang menemui jalan
buntu, yaitu menang tidak dan kalahpun juga tidak, serta desas-desus
bahwa beberapa pangeran di lingkungan dalam kraton siap melengserkan
dirinya dari tahta Mataram jika kalah perang, serta ancaman
Cakraningrat dari Madura yang ingin memisahkan diri dari Mataram,
membuat beliau bimbang.
Sunan
Pakubuwono II yang tadinya memerintahkan para bupatinya menyerang
VOC, tiba-tiba berbalik arah dan mengeluarkan perintah baru agar para
bupatinya menghancurkan laskar Tionghoa. Hal ini bertujuan agar Sunan
Pakubuwono II dapat kembali menjalin persekutuan dengan VOC untuk
mengamankan kekuasaannya.
Laskar
Tionghoa kemudian melawan dan melancarkan serangan balasan sehingga
Pati dan Kudus jatuh seperti cuplikan buku karya Darajadi di atas.
Nasib
Bupati Pati Citrasoma dan Bupati Kudus Arya Jayasentika setelah
peristiwa tersebut tidak diceritakan. Namun nasib Kabupaten Kudus
dapat kita simak sebagai berikut:
Verijsel
memerintahkan agar serdadu Ambon pimpinan Kapten Hendrik Brule yang
baru tiba di Jepara segera bergabung dengan Kapten Geritt Mom.
Perintah yang sama diberikan kepada Johannes Bergeyk yang memimpin
pasukan Eropa di Kuala Demak. Lebih lanjut Verijsel memerintahkan
agar Kapten Geritt Mom yang telah mempunyai kekuatan yang berlipat,
menyerbu ke Kudus. Mereka harus dapat menguasai pabrik-pabrik gula
yang tersebar antara Demak, Jepara, dan Kudus. Verijsel melarang
tentaranya melakukan pembakaran.
Akhirnya
Verijsel dapat bernapas agak lega, pada tanggal 28 Agustus 1742,
Kapten Mom melaporkan bahwa Kudus telah dapat dikuasai setelah
mendapat perlawanan frontal dari musuh.
Menurut
catatan Daradjadi, sebagai akhir dari rangkaian peristiwa perang
Geger Pecinan, pada bulan September 1743, Hugo Verijsel
sebagai wakil VOC datang ke Kartasura membawa kontrak perjanjian baru
yang kemudian ditanda tangani Sunan Pakubuwono II.
Berdasarkan
perjanjian tersebut, seluruh Kabupaten di pesisir utara Jawa,
termasuk Pati dan Kudus disewakan kepada VOC dan para bupatinya
ditunjuk serta diangkat oleh VOC sehingga secara de facto
seluruh kabupaten di pesisir utara Jawa dikuasai VOC
Comments
Post a Comment