Pergi Haji jaman Hindia Belanda
Kudus, 20 Juni 2024
Suasana Idul Adha masih terasa di kediaman kami. Pagi ini ketika menyantap sarapan dengan lauk empal daging kerbau, ingatan saya tiba-tiba melayang pada cerita almarhumah mbah putri ketika menunaikan ibadah haji. Tentu saja banyak detail yang terlewat karena ketika beliau bercerita usianya sudah mendekati 90 tahun. Beliau wafat dalam usia 93 tahun pada tanggal 1 Januari 2010.
Mbah putri, Hj. Siti Ngaisah, adalah keluarga dari lurah desa Pelem, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Berdasarkan cerita beliau, maka saya perkirakan beliau berangkat ke tanah suci sekitar tahun 1922 - 1923, masih pada masa Hindia Belanda.
Mbah putri berkisah pada saat itu berangkat haji dihitung mulai saat pergi hingga kembali ke tanah air memerlukan waktu hampir satu tahun. Mereka sekeluarga berangkat bersama rombongan lain dari Surabaya naik kapal laut. Transit di pelabuhan Sabang kemudian mendarat di Jeddah.
Perjalanan dari Jeddah menuju Mekkah ditempuh melalui darat. Seingat beliau mereka naik unta, Bekal mereka selain air dan makanan pokok adalah buah semangka yang banyak dijual di pasar di Jeddah pada masa itu.
Sambil menunggu datangnya musim haji mereka menyewa pondokan di Mekkah, sebuah rumah dua lantai. Wanita ditempatkan di lantai atas, sedangkan pria tidur di lantai bawah. Untuk makan sehari-hari mereka memasak sendiri. Menu makanan membosankan karena masakannya serba daging kambing.
Seusai menunaikan ibadah haji, ayah beliau, berarti mbah buyut saya, Haji Sidik, wafat dan dimakamkan di tanah suci.
Comments
Post a Comment