Resepsi pernikahan di Kudus
Kudus, 27 April 2023
Suasana perayaan Idul Fitri 1444 H masih terasa di Prambatan meski lebaran sudah lima hari berlalu. Pintu-pintu rumah warga masih terbuka lebar dengan kue khas lebaran tersaji di atas meja. Beberapa orang juga masih melakukan unjung-unjung, halal bihalal ke rumah orang yang lebih tua sekaligus menjalin silaturrahim.
Bulan syawal, ketika keluarga besar mudik dan berkumpul di kampung halaman, juga dimanfaatkan sebagian orang untuk melaksanakan pernikahan. Demikian juga dengan seorang kenalan dari desa Gribig yang menikahkan putrinya di pekan pertama bulan syawal ini.
Persiapan pernikahan di Kudus umumnya dimulai tiga hari sebelum akad nikah dan melibatkan keluarga besar kedua mempelai serta tetangga sekitar. Kesibukan dimulai ketika para tetangga dan kerabat dekat melakukan rewang, gotong royong memasak makanan serta mengirim tonjokan dari yang punya hajat kepada orang yang akan diundang.
Yang dimaksud tonjokan adalah undangan pernikahan ala Kudus berupa sekotak nasi berkat lengkap dengan lauk pauk. Di dalam kotak diselipkan selembar kertas berisi undangan pernikahan.
Yang unik, dalam undangan kadang tidak dicantumkan waktu resepsi yang spesifik, sehingga kita bisa hadir di hari itu kapan saja selama masih pada jam yang wajar bagi seseorang untuk bertamu. Meski demikian, masyarakat lokal sekitar tempat kami tinggal memiliki pedoman bahwa waktu di pagi hari diperuntukkan keluarga, kerabat, serta tetangga dekat kedua mempelai. Sedangkan tamu undangan lain bisa datang ba’da dzuhur hingga malam.
Karena jadwal mengajar yang padat, saya pernah datang pada resepsi pernikahan jam setengah sembilan malam. Masih dilayani, bersalaman dengan pengantin, dan hebatnya masih tersedia makanan.
Makanan dihidangkan dengan model gubug-gubugan dalam porsi kecil. Menunya di manapun hampir seragam, hasil masakan sendiri dan serba berkuah, yaitu bakso, soto, pindang, dan lentog. Sate ayam dan sate kambing dihidangkan jika tuan rumah memiliki kemampuan ekonomi lebih.
Resepsi pernikahan di area perkampungan umumnya menyediakan meja dan kursi sehingga para hadirin dapat menyantap hidangan dengan nyaman dan tenang. Di atas meja telah disediakan teh botol dan air mineral serta beberapa toples berisi kue kering, kacang, emping dan keripik sebagai kudapan setelah makan hidangan utama. Ada juga pisang, puding dan es puter sebagai pencuci mulut.
Sehari setelah pernikahan ada acara iring-iring manten. Keluarga mempelai wanita akan mengajak kerabat serta tetangga yang rewang untuk turut mengantarkan kedua pengantin ke rumah besan. Di rumah besan (orang tua mempelai pria) dilakukan acara resepsi ngunduh mantu. Tentu saja kegiatan iring-iring manten ini dilaksanakan jika jarak rumah kedua mempelai tidak terlalu jauh.
Ketika saya dan istri menikah dulu, kami tidak mengadakan kegiatan iring-iring manten, mengingat rumah istri ada di Kudus sedangkan rumah saya ada di Semarang.
Semoga yang melangsungkan pernikahan di bulan Syawal ini, selalu diberkahi dan rukun selalu dalam kehidupan rumah tangga. Sakinah, ma waddah, wa rahmah.
Comments
Post a Comment